Oleh: Sugiyanto Emik
Pengamat kebijakan publik
Koranmetronews.id (Jakarta)- Tulisan ini saya buat sebagai bentuk penghormatan yang setinggi-tingginya kepada Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung Wibowo, atas sikap dan respons positifnya terhadap pembangunan fasilitas Refuse Derived Fuel (RDF) Rorotan. Dengan rasa hormat yang mendalam, saya menilai penting untuk menulis artikel ini sebagai bentuk dukungan sekaligus apresiasi atas komitmen beliau dalam menangani persoalan persampahan di Ibu Kota.
Kemarin, pada Selasa, 4 November 2025, saya membaca sejumlah pemberitaan dari media daring yang menginformasikan bahwa Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung Wibowo, meminta Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta untuk menghentikan sementara uji coba fasilitas RDF di Rorotan, Cilincing. Keputusan ini diambil setelah warga sekitar mengeluhkan bau sampah yang menyengat.
Namun demikian, Gubernur Pramono Anung Wibowo tetap menegaskan keinginannya agar RDF Rorotan dapat segera beroperasi, dengan catatan seluruh persoalan teknis harus diselesaikan terlebih dahulu. Pernyataan tersebut disampaikan Gubernur Pramono di kawasan Jakarta Selatan, di mana beliau menegaskan bahwa penghentian sementara dilakukan hingga pemerintah menyiapkan armada truk pengangkut sampah dengan penutup rapat, agar air lindi tidak menetes di jalan dan menimbulkan bau tidak sedap.
Sementara itu, pada Senin, 3 November 2025 (kemarin lusa), saya juga membaca sejumlah pemberitaan mengenai kondisi terkini RDF Plant Rorotan. Berdasarkan berbagai sumber media, Gubernur Pramono Anung Wibowo menegaskan komitmennya untuk tetap melanjutkan proyek tersebut, meskipun menghadapi berbagai tantangan teknis dan sosial, serta dampak lainnya bagi masyarakat di sekitarnya.
Pernyataan tersebut disampaikan Gubernur Pramono di Taman Ismail Marzuki, Jakarta Pusat, di tengah rencana aksi protes warga yang dikabarkan akan kembali digelar. Warga di sekitar RT 18 RW 14 Klaster Shinano, Jakarta Garden City (JGC), Jakarta Timur, berencana mengadakan aksi pada 10 November 2025 sebagai bentuk keberatan atas bau yang muncul saat uji coba kedua RDF Rorotan berlangsung.
Dalam konteks ini, Gubernur Pramono menjelaskan bahwa persoalan utama bukan terletak pada sistem pengelolaan RDF itu sendiri, melainkan pada aspek pengangkutan dan penanganan sampah yang belum optimal, termasuk pengendalian bau di area sekitarnya. Ia menyampaikan bahwa secara teknis, RDF Plant Rorotan telah memasuki tahap commissioning dengan kapasitas pengolahan mencapai 1.000–1.200 ton sampah per hari, dan secara fungsional telah siap untuk beroperasi penuh.
Sikap Gubernur Pramono yang menyatakan kesiapannya untuk turun langsung meninjau lokasi serta menerima aspirasi warga patut diapresiasi. Langkah ini menunjukkan bahwa kepemimpinannya tidak hanya berorientasi pada pembangunan fisik, tetapi juga memiliki kepekaan sosial yang tinggi terhadap keluhan masyarakat. Ia tampil sebagai sosok pemimpin yang terbuka terhadap kritik, namun tetap berpegang pada prinsip efisiensi, keberlanjutan, dan solusi nyata bagi persoalan klasik persampahan Jakarta.
Permasalahan sampah di Jakarta merupakan isu kronis yang telah berlangsung selama puluhan tahun- sejak masa kepemimpinan Gubernur Sutiyoso, Fauzi Bowo, Joko Widodo, Basuki Tjahaja Purnama, hingga Anies Baswedan. Setiap era memiliki pendekatan masing-masing, namun belum ada yang benar-benar berhasil menuntaskan persoalan timbunan sampah yang terus meningkat, terutama di TPST Bantargebang.
Pembangunan RDF Rorotan merupakan langkah strategis dalam mengubah paradigma pengelolaan sampah, dari sekadar pembuangan (landfilling) menjadi proses pengolahan dan pemanfaatan yang bernilai guna. Melalui proses tersebut, sampah dapat diolah menjadi bahan bakar padat atau briket yang berfungsi sebagai sumber energi alternatif. Produk RDF juga memiliki nilai ekonomi karena dapat dijual kepada industri sebagai bahan bakar substitusi yang ramah lingkungan.
Dinas Lingkungan Hidup atau DLH DKI Jakarta memegang peran kunci dalam mewujudkan harapan besar Gubernur dan masyarakat terhadap keberhasilan pengoperasian RDF Plant Rorotan. DLH DKI Jakarta diketahui telah melakukan berbagai upaya pengendalian lingkungan dalam operasional fasilitas tersebut. Namun demikian, DLH tetap harus memastikan seluruh aspek operasional RDF Rorotan berjalan sesuai dengan standar teknis dan ketentuan lingkungan yang berlaku.
Pengawasan perlu terus diperketat, terutama dalam aspek pengendalian bau, stabilitas pasokan bahan baku, serta koordinasi lintas sektor antara pihak pengangkut, operator, dan pengelola kawasan. Untuk itu, DLH DKI Jakarta perlu secara konsisten melakukan evaluasi dan upaya mencari solusi optimal agar RDF Plant Rorotan dapat segera beroperasi penuh secara resmi dengan hasil yang efektif, ramah lingkungan, dan berkelanjutan
RDF Plant Rorotan sejatinya merupakan bagian dari implementasi berbagai ketentuan peraturan perundang-undangan. Di antaranya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Selain itu, terdapat pula Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Rumah Tangga, serta Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 3 Tahun 2013 yang telah diperbarui dengan Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Sampah.
Di samping itu, terdapat sejumlah Peraturan Gubernur (Pergub) yang menjadi dasar teknis pelaksanaan program, antara lain Pergub Nomor 108 Tahun 2019, Pergub Nomor 77 Tahun 2020, dan Pergub Nomor 102 Tahun 2021. Seluruh peraturan teknis tersebut memiliki peran penting dan perlu dijalankan secara konsisten oleh pemerintah daerah dalam rangka mewujudkan pengelolaan sampah yang terpadu dan berkelanjutan demi kepentingan nasional di berbagai aspek.
Lebih lanjut, pembangunan RDF Plant Rorotan juga dapat merujuk pada Peraturan Presiden Nomor 97 Tahun 2017 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengelolaan Sampah Rumah Tangga serta Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga. Ketentuan ini menjadi acuan dalam penyusunan Rencana Induk Pengelolaan Sampah Daerah (Jakstrada), yang menargetkan pengurangan sampah sebesar 30 persen dan penanganan 70 persen pada tahun 2025.
Dengan demikian, pengoperasian RDF Plant Rorotan bukan sekadar proyek teknis, melainkan merupakan wujud nyata komitmen Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam mendukung target nasional pengelolaan sampah yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Dari sini, pembangunan RDF Plant Rorotan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari program pemerintah daerah maupun pemerintah pusat dalam upaya mengatasi permasalahan sampah di masyarakat.
Masyarakat Jakarta semestinya ikut memberikan dukungan moral dan sosial terhadap langkah Gubernur Pramono. Alih-alih menolak atau memprotes secara destruktif, warga dapat mendorong perbaikan teknis dan berpartisipasi aktif dalam pengawasan lingkungan sekitar RDF Rorotan. Kesadaran kolektif ini penting agar Jakarta dapat keluar dari ketergantungan tunggal pada Bantargebang dan beralih menuju sistem pengelolaan sampah modern yang mandiri dan ramah lingkungan.
Saya merupakan salah satu warga yang telah mengikuti dinamika isu persampahan di Jakarta sejak masa kepemimpinan Gubernur Sutiyoso hingga saat ini. Dalam konteks tersebut, saya menilai langkah Gubernur Pramono Anung Wibowo sebagai sebuah terobosan yang realistis dan berorientasi pada kepentingan jangka panjang. Yang ada dalam pemikiran Gubernur Pramono adalah bagaimana menyelesaikan persoalan yang ada dengan cara yang bermanfaat bagi masyarakat.
Lebih dari itu, Gubernur Pramono Anung Wibowo merupakan sosok pemimpin yang tidak hanya berpikir untuk kepentingan hari ini, tetapi juga memikirkan keberlanjutan kota serta kesejahteraan generasi mendatang. Prinsip untuk tidak menyalahkan pemimpin sebelumnya, melainkan berfokus pada manfaat dan kemajuan ke depan, tampak menjadi salah satu ciri khas kepemimpinan beliau. Pada titik ini, saya merasa perlu menyampaikan rasa hormat yang setinggi-tingginya kepada Gubernur Pramono Anung Wibowo atas ketulusan dan kebesaran hatinya dalam memimpin Jakarta.
Saya telah lama mengikuti berbagai persoalan yang dihadapi Jakarta, serta mempelajari sejumlah regulasi penting seperti RPJMN, RPJMD, APBD DKI, dan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK. Dari hasil pengamatan, terlihat bahwa masih banyak rekomendasi BPK yang belum dijalankan sepenuhnya, yang menunjukkan masih adanya persoalan besar dan klasik yang perlu segera dituntaskan.
Adapun permasalahan klasik yang masih membayangi Jakarta meliputi kemacetan, banjir, dan pengelolaan sampah. Dalam konteks terakhir ini, diperlukan langkah serius dan berkelanjutan, baik melalui pengoperasian RDF Plant Rorotan, pembangunan PLTSa, maupun pengembangan fasilitas pengolahan sampah lainnya.
Khusus mengenai pembangunan RDF Plant Rorotan, beberapa hari lalu saya telah menulis beberapa artikel yang membahas perkembangan proyek tersebut, termasuk isu terkait penghentian atau penundaan pembangunan PLTSa atau ITF Sunter di Jakarta Utara. Seluruh tulisan tersebut pada dasarnya merupakan bentuk dukungan dari masyarakat sekaligus masukan konstruktif bagi semua pihak, terutama bagi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Namun demikian, dengan adanya pernyataan Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung Wibowo, yang menegaskan bahwa “RDF Plant Rorotan harus tetap dijalankan,” semuanya menjadi jelas dan tegas. Saya tidak memiliki pilihan lain selain memberikan dukungan penuh terhadap program Gubernur Pramono, karena saya menilai beliau adalah sosok pemimpin yang ikhlas dan berjiwa besar dalam upayanya memperbaiki persoalan Jakarta serta membangun kota ini demi kesejahteraan masyarakatnya.






