Pengamat Hukum dan Politik Sebut DPD RI Sebagai Produk Reformasi Pengawal Desentralisasi dan Aspirasi Rakyat

  • Whatsapp

koranmetronews.id, JAKARTA – Pengamat hukum dan politik sekaligus Advokat & Eks Sekjend GEMPAR Maluku Utara, D a l i l i, S.H., M.H. mengatkan ada adigium yang menyatakan bahwa rakyat merupakan pemegang kedaulatan tertinggi dalam suatu Negara. Hal ini juga diperkuat dengan satu asas hukum yang menjelaskan bahwa kedaulatan rakyat menjadi hukum yang tertinggi (salus populis suprimalex).

Gagasan ini tentunya tidak hanya tertera dalam sebuah harapan semata, akan tetapi dirumuskan dalam sebuah hukum tertulis juga. Misalnya di Negara Indonesia sendiri mengilhami konsep ini, karena secara jelas dalam pasal 1 ayat 2 Undang-Undang Dasar Negara Indonesia Tahun 1945 telah menjelaskan bahwa :
kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar.

Sebagai Negara yang menjunjung tinggi hukum dan kedaulatan rakyat, maka konsekuensinya setiap yang tertulis dalam sebuah konstitusi negaranya harus diaktualisasikan dalam bentuk yang nyata melalui kebijakan pemerintahan sebab hukum dalam arti sebuah peraturan akan bernilai manakala isinya diwujudnyatakan dalam bentuk tindakan.

Dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara, bahwa tidak ada rakyat yang menginginkan pemerintah yang mengaturnya untuk menzalimi hak-haknya, karena ini sangatlah bertentangan dengan cita-cita dalam pembentukan sebuah Negara. Sebab Negara sebagai organisasi yang menjadi instrument untuk mewujudkan sebuah impian bersama yakni kesejahteraan sosial secara kolektif.

Pada tahun 1998 Indonesia telah melakukan sebuah gerakan reformasi, banyak hal yang dicapai dari sebuah reformasi tersebut satu diantaranya adalah terjadinya perubahan sistem ketatanegaraan melalui amandemen kosntitusi serta lahirnya otonomi daerah atau terjadinya perubahan sistem sentralisasi ke desentralisasi yang dimana sebagian kebijakan pemerintaha pusat diserahkan kepada daerah.

Perubahan yang lain adalah terjadinya pembentukan dan pembubaran lembaga negara di tiga cabang kekuasan (legislatif, eksekutif, yudikatif). Reformasi yang terjadi pada tahun 1998 yang di tandai dengan pengunduran diri Soeharto sebagai Presiden Republik Indonesia pada tanggal 21 Mei 1998 telah membawa perubahan bagi rekonstruksi sistem ketatanegaraan kita ke arah sistem yang lebih demokratis.

Sebagai negara yang ingin melakukan perubahan melalui jalan reformasi, maka proses modernisasi dan dinamisasi untuk menghasilkan tatanan kehidupan sosial yang baik dan konstitusional sesuai dengan aspirasi publik, dan bisa mengakomodir kepentingan bersama, serta menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia (HAM) terus dilakukan.

Maka pasca reformasi Pembentukan instrumen hukum dan lembaga-lembaga Negara baru dibentuk melalui proses yang demokratis dan berkeadilan dengan cara mengamandemen konstistusi sebanyak empat kali oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI).

Para paraktisi, akademisi hukum tentunya menyambut dan menanggapi hal tersebut dengan baik. Karena dari reformasi itulah, studi hukum tata negara terutama kelembagaan negara mengalami berkembang. Oleh karena itu, perkembangan hukum tata negara berlangsung seiring dengan dilakukannya amandemen terhadap konstitusi atau Undang-Undang Dasar Negara Indonesia Tahun 1945.

Semangat untuk melakukan reformasi tidak hanya di dasari untuk menggulingkan sebuah rezim semata. Akan tetapi, dilain sisi untuk melakukan perubahan pada semua aspek kehidupan baik itu dibidang ekonomi, politik, hukum, pemerintahan, pendidikan dan aspek lainnya secara totalitas ke arah yang lebih baik.

Reformasi juga membawa perubahan begitu banyak satu diantaranya adalah pembaharuan sistem hukum dan format ketatanegaraan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dari Amandemen Pertama Sampai Keempat UUD 1945 dari tahun 1999 sampai dengan tahun 2002, ide untuk perubahan sangat mempengaruhi hal tersebut.

Salah satu perubahan yang paling mendasar adalah terjadinya pergeseran status kelembagaan negara, misalnya Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) sebagai lembaga tertinggi negara, yang dulunya kekuasaan Presiden itu dimandatkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), namun sekarang telah berubah menjadi lembaga tinggi negara yang posisinya sejajar dengan lembaga negara lain.

Selain itu dihapuskannya Dwi Fungsi ABRI, antara kepolisian dan TNI yang dulunya bersatu dalam satu instansi namun sekarang telah dipisahkan dan memiliki satuan tersendiri. Perubahan yang lain terihat ketika adanya penambahan dan pengurangan lembaga-lembaga negara di tiga cabang kekuasaan. Di internal legislatif misalnya, dihapuskannya peran utusan golongan dan daerah, serta adanya penambahan lembaga baru seperti Dewan Perwakilan Daerah (DPD) sebagai representasi dari rakyat yang ada disetiap daerah. Di internal yudikatif misalnya dihadirkannya lembaga Komisi Yudisial (KY) dan Mahkamah Konstitusi.

Namun diantara beberapa penambahan lembaga-lembaga negara baru, menarik jika kita membahas kehadiran Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dalam lingkup kekuasaan legislatif di Indonesia selain Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).

Dalam Undang-Undang Dasar Negara Indonesia Tahun 1945, keberadaan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dari segi kewenagan diatur dalam pasal 22 D. Adapun kewenangan tersebut adalah sebagai berikut :
Ayat (1) Dewan Perwakilan Daerah dapat mengajukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah.

Ayat (2) Dewan Perwakilan Daerah ikut membahas rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah; hubungan pusat dan daerah, pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah; pengelolaan sumber daya alam, dan sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah; serta memberikan pertimbangan kepada Dewan Perwakilan Rakyat atas rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja negara dan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama.

Ayat (3) Dewan Perwakilan Rakyat dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang mengenai : otonomi daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara, pajak, pendidikan, dan agama serta menyampaikan hasil pengawasannya itu kepada Dewan Perwakilan Rakyat sebagai bahan pertimbangan untuk ditindaklanjuti.

Hadirnya Dewan Perwakilan Daerah (DPD) melalui reformasi dengan beberapa kewenangannya sangat membanggakan, karena selama dipemerintahan orde lama hingga orde baru tidak ada lembaga tersebut. Disatu sisi hadirnya lembaga tersebut merupakan representasi rakyat yang ada disetiap daerah diseluruh Indonesia. UUD 1945 telah melimpahkan kewenangan yang sangat signifikan kepada Dewan Perwakilan Daerah (DPD) seabagaimana yang tertuang dalam pasal 22 D ayat (1,2,3) UUD 1945.

Keberadaan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) sebagai pelaku kekuasaan legislatif di Indonesia semakin diperkuat dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 Tentang Sususnan Kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD dan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2019 Tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD.

Sebagai lembaga yang anggotanya dipilih langsung oleh rakyat melalui proses demokrasi dalam hal ini pemilihan umum, maka publik sangat mengharapkan lembaga tersebut mampu menjawab segala berbagai problem yang ada di daerah serta bisa menyampaikan aspirasi rakyat didaearh yang mereka wakili di gedung legislatif nanti dengan kewenangan yang ada.

Tentunya Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) semenjak dibentuk hingga saat ini telah berkiprah dengan baik serta telah banyak memberikan kontribusi positif untuk rakyat bangsa dan negara baik dari aspek ide-ide atau gagasan tentang kenegaraan maupun pelaksanaan tanggung jawab yang di amanahkan oleh rakyat melalui Undang-Undang Dasar Negara Indonesia Tahun 1945 maupun regulasi lain yang mengatur tentang lembaga tersebut, hingga turun langsung membantu masyarakat.

Sebagai produk reformasi, pengawal desentralisasi dan otonomi daerah Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) telah menjalankan fungsinya dengan baik seperti apa yang di amanahkan dalam pasal 22 D Undang-Undang Dasar Negara Indonesia Tahun 1945, baik itu pada pengajuan kepada Dewan Perwakilan Rakyat mengenai rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah, maupun Daerah ikut membahas rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah.

Hubungan pusat dan daerah, pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah; pengelolaan sumber daya alam, dan sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah; serta memberikan pertimbangan kepada Dewan Perwakilan Rakyat atas rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja negara dan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama, hingga melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang mengenai : otonomi daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya.

Pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara, pajak, pendidikan, dan agama serta menyampaikan hasil pengawasannya itu kepada Dewan Perwakilan Rakyat sebagai bahan pertimbangan untuk ditindaklanjuti telah dilaksanakan dengan efektif dan bijaksana oleh Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI).

Namun, meskipun kehadiran Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) dengan berbagi macam kewenangannya belum bisa dikatakan dapat menjawab berbagai persoalan hukum dan peresoalan lainnya yang ada di bangsa ini terkhusus di daerah, karena kewenangan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) hanya sebatas memberikan sebuah rekomendasi dan saran serta pengwasan tanpa di ikut sertakan dalam pengambilan kebijakan dilegislatif. Utuk itu penguatan kewenangan lembaga Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) perlu dilakukan demi mewujudkan cita-cita bangsa ini.

Untuk memperkuat kewenangan lembaga Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) tersebut, maka Amandemen ke lima Undang-Undang Dasar Negara Indonesia Tahun 1945, dan melakukan perubahan kembali Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 Tentang Sususnan Kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD dan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2019 Tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD perlu dilakukan.

Opini Oleh : D a l i l i, S.H., M.H.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *