Koranmetronews.id, Jakarta – Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI Bambang Soesatyo mendukung Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) memperkuat sosialisasi dan pemberian efek jera terhadap pelaku penipuan berkedok investasi sebagai upaya pencegahan, agar tidak ada lagi masyarakat yang menjadi korban.
“Harus ada media atau sarana bagi masyarakat untuk mengonfirmasi apakah investasi ini benar atau tidak,” kata Bambang dalam keterangan yang diterima di Jakarta, 15/02/22.
Dia juga mengapresiasi upaya Polri untuk melibatkan beberapa lembaga terkait, seperti Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), dan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (BPPBK), untuk bekerja sama dan saling berkoordinasi dalam memberikan edukasi kepada masyarakat.
Menurut mantan ketua DPR RI itu, penipuan berkedok investasi tidak hanya terjadi baru-baru ini, melainkan sudah berlangsung sejak lama.
Sementara itu, Kepala Badan Pemeliharaan Keamanan (Kabarhakam) Polri Irjen Pol. Arief Sulistyanto menyebutkan kasus penipuan berkedok investasi sebelumnya pernah ditangani Polri, antara lain kasus Koperasi Langit Biru pada 2007, yang memakan korban hampir 125.000 orang; serta kasus Wahana Globalindo dengan korban mencapai 38.000 orang dan kerugian sebesar Rp6,2 triliun.
Dengan kehadiran teknologi di sektor investasi saat ini, banyak masyarakat mengeluhkan maraknya praktik investasi ilegal. Walhasil banyak kerugian muncul, salah satunya adalah trading binary option Binomo.
“Saya sepakat dengan Dirtipideksus (Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus) Bareskrim, tindak penipuan berkedok investasi tidak cukup hanya dengan penyidikan saja. Langkah lainnya ialah bagaimana melakukan antisipasi, siapa yang harus mengawasi, siapa yang harus menindak, dan diperlukan langkah-langkah yang cepat,” ujar Arief.
Selain itu, diperlukan pula regulasi atau undang-undang (UU) yang mengatur sanksi tegas, karena penanganan kasus penipuan saat ini berbeda dengan sebelumnya.
Sekarang tidak cukup dengan KUHP dan UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) saja, tapi pelaku sudah menggunakan teknologi informasi sehingga pembuktiannya cukup sulit.
(KMN/02)